Rabu, 02 November 2016

Keadaan Bangsa Arab Sebelum Kelahiran Islam



KEADAAN BANGSA ARAB SEBELUM KELAHIRAN ISLAM
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tarekh Tasryi’
Dosen Pengampuh Kholid Hidayatullah, M.H.I





Disusun Oleh
1.      DESCA BARI NURJANAH
2.      LIA MUFDALIFAH
3.      BELLANDRA






JURUSAN SYARIAH
PRODI PENDIDIKAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH MUHAMMADIYAH (STIS)
PRINGSEWU-LAMPUNG
2015-2016


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

 Puji  syukur  kehadirat  Allah  Subhanahu  Wata’ala, yang telah melimpahkan  rahmat dan  karunia-Nya  kepada penulis, sehingga  penulis  dapat  menyelesaikan makalah ini  tepat  pada  waktunya. Sholawat  serta  salam  tidak  lupa  kami  haturkan kepada Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan  terima  kasih  kepada pembimbing yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan makalah dengan judul Islam Pada Zaman Walisongo ’’ dapat terselesaikan tanpa ada halangan apapun. Penyelesaian makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah  Sejarah Peradaban Islam ”.
Penyusunan makalah ini berdasarkan literatur yang ada.  Penyusun menyadari akan adanya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, makalah ini sedikit banyaknya bermanfaat bagi penyusun khususnya dan mahasiswa/i lainnya.
          Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, dengan hati terbuka kami menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Wassalamualaikum Wr.Wb


 Pringsewu, 21 September 2015

                                                                        

                                                                                                    Kelompok




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................   i
KATA PENGANTAR........................................................................................................   ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................   iii
BAB  I  PENDAHULUAN................................................................................................   1
A.   Latar Belakang...............................................................................................   1
B.   Rumusan Masalah..........................................................................................   2
C.   Tujuan.............................................................................................................   3
BAB II  PEMBAHASAN..................................................................................................   3
A.  
B.  
BAB III PENUTUP............................................................................................................   11
A.                                                                                                                               11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................   12

 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian lama, sebagian berpendapat bahwa Islam masuk  pada abad ke-7 M  yang datang lansung dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan pendapat tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasar bukti-bukti sejarah serta penelitian para sejarawan yang menggunakan pendekatan dan  metodenya masing-masing.
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M. Hal tersebut tak lepas dari  peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan masyarakat muslim kultural  Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
Walisongo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa yang terbagi dari Surabaya-Gresik-Lamongan JawaTimur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Keberhasilan Islamisasi Jawa merupakan hasil perjuangan dan kerja keras Walisongo. Proses Islamisasi berjalan dengan damai, baik politik maupun kultural, meskipun terdapat konflik itupun sangat kecil sehingga tidak mengesankan sebagai perang maupun kekerasan ataupun pemaksaan budaya. Penduduk Jawa menganut dengan suka rela. Walisongo menerapkan metode dakwah yang lentur atau baik sehingga dapat diterima baik oleh masyarakat jawa. Kehadiran para Wali ditengah-tengah Pulau Jawa tidak dianggap sebagai ancaman.
Para Wali ini menyebarkan agama Islam dengan menggunakan pendekatan budaya dengan cara akuluturasi seni budaya lokal yang dikemas dengan Islam seperti wayang, tembang jawa, gamelan , upacara-upacara adat yang digabungkan dengan Islam dan dengan kepiawaan para Wali menggunakan unsur-unsur lama (Hindu-Buddha) sebagai media dakwah mereka dan sedikit demi sedikit memasukan nilai-nilai ajaran agama islam kedalam unsur tersebut atau dapat disebut metode sinkretisme yang berarti pencampuradukan sebagai unsur aliran atau paham sehingga yang bentuk abstrak yang berbeda membentuk keserasiaan. Dengan berkembang pesatnya Islam pada masa Walisongo tersebut maka kita akan mencoba membahasnya dalam makalah ini.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah, maka kami memuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Siapakah  Walisongo itu?
2.    Melalui bidang apa saja walisongo menyebarkan agama islam?
3.    Bagaimana pendekatan unsur-unsur dakwah Islam Walisongo?
4.    Bagaimana eksistensi metode dakwah Walisongo pada masa kini?

C.  Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Ingin mengetahui siapa walisongo itu.
2.    Ingin mengetahui peran Walisongo di berbagai bidang dalam menyebarkan Agama Islam.
3.    Ingin mengetahui pendekatan unsur-unsur dakwah Islam Walisongo
4.    Ingin mengetahui eksistensi metode dakwah Walisongo pada masa kini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Asla-Usul Walisongo

 Kata “wali” berasal dari bahasa Arab yang artinya pembela, teman dekat, dan pemimpin. Dalam pemakaiannya wali biasanya di artikan sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT. Adapun kata “songo” berasal dari bahasa Jawa yang artinya sembilan. Maka, Wali Songo secara umum diartikan sebagai sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT dan terus-menerus beribadah kepada-Nya serta memiliki kemampuan-kemampuan diluar kebiasaan manusia.
 Para sembilan Wali itu ialah Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
 Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya- Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak- Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Mereka mendapat gelar susuhunan (sunan), yaitu sebagai penasehat dan pembantu Raja. Para Wali melakukan dakwahnya dengan sangat tekun, mereka mampu memahami kondisi masyarakat Jawa pada saat itu.
 Menurut Soekomono, pakar purbakala dan sejarah kebudayaan dari UGM, Wali Songo (9 orang waliyullah) adalah penyiar penting agama agama Islam di Jawa. Mereka dengan sengaja menyebarkan dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam di tanah Jawa..
 Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
 Wali songo sangat berperan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya di Jawa. Cara penyebaran Islam yang dilakukan oleh para wali songo sangat menarik. Mereka mampu menggunan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh berbagai golongan maayarakat.

B.   Peran Walisongo dalam berbagai bidang
 Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan walisongo dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan di wilayah nusantara pada umumnya, maka peran mereka dapat dibentuk seperti Bidang Pendidikan, Bidang Politik dan yang paling terkenal adalah Bidang Dakwah. Dan dikalisifisikan menjadi:
1.     Bidang Pendidikan
 Peran walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta yang dekat dengan Surabaya yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam yang pertama di Pulau Jawa. Di tempat inilah, ia mendidik pemuda-pemudi Islam sebagai kader, untuk kemudian disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa. Muridnya antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang kemudian menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak, dan banyak lagi mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau Jawa. Sedangkan Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya banyak berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru dakwah terdidik keberbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate dan Tidore. Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan dan dakwahnya melalui pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja Majapahit, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikan tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
2.     Bidang Politik
 Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar. Di antara mereka menjadi penasehat Raja, bahkan ada yang menjadi raja, yaitu Sunan Gunung Jati. Sunan Ampel sangat berpengaruh dikalangan istana Majapahit. Istrinya berasal dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah murid beliau. Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran Islam di daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa kerajaan. Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali yang lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga juga menjadi penasehat kesultanan Demak Bintoro.
3.     Bidang Dakwah
 Sudah jelas sepertinya, peran Walisongo cukup dominan adalah di bidang dakwah, baik dakwah melalui  lisan. Sebagai mubalig, Walisongo berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam upaya dakwahnya selalu mengunjungi desa-desa terpencil. Salah satu karya yang bersejarah dari walisongo adalah mendirikan mesjid Demak. Hampir semua walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang dipergunakan dalam dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin olehpara Walisongo dan melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan membungkuskan nafas Islam ke dalamnya. Syair dari lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukanya atau menyembah yang lain.
C.   Pendekatan Unsur – Unsur dakwah Walisongo
 Struktur dakwah pada masa WaliSongo meliputi unsur – unsur dakwah sebagai berikut:
1.    Da’i
Walisongo berdakwah dengan cara damai. Yakni dengan pendekatan pada masyarakat pribumi dan akulturasi budaya (percampuran budaya Islam dan budaya lokal). Maulana Malik Ibrahim sebagai perintis mengambil peranannya di daerah Gresik, setelah beliau wafat wilayah ini di kuasai oleh Sunan Giri, Sunan Ampel mengambil posisinya di Surabaya, Sunan Bonang di Tuban, sementara itu Sunan Drajat di Sedayu, sedangkan di Jawa Tengah ada tiga wali yaitu Sunan Kudus yang mengambil wilayah di Kudus, Sunan Muria pusat kegiatan dakwahnya terletak di Gunung Muria (sekitar 18 km sebelah utara Kota Kudus), dan Sunan Kalijaga berdakwah di Demak, sedangkan di Jawa Barat hanya ada satu orang wali saja yaitu Sunan Gunung Jati.
Sunan Gunung Jati menjadi Raja muda di Cirebon dan Banten di bawah lindungan Demak, dan Sunan Giri bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan, jadi beliau bersifat al-ulama wa al-umara, sedangkan tujuh wali yang lain hanya bersifat al-ulama saja.
2.    Mad’u
Kondisi mad’u pada masa wali ini termsuk mad’u ummah karena pada saat itu mereka masih beragama hindu – budha, akan tetapi ada juga sebagian yang menerima islam sebagai agamanya, jadi pada masa wali songo ini termasuk mad’u ijabah dan mad’u ummah
3.    Materi
Materi dakwah yang di terapkan pada dakwah Walisongo ini adalah akidah, syari’ah dan muamalah, dimana para Wali menanamkan akidah kepada masyarakat setempat,karena menghawatirkan penyimpangan akidah akibat tradisi masyarakat jawa,serta memperhatikan secara khusus kepada kesejahteraan social dari fakir miskin,mengorganisir amil,zakat dan infak, dan juga mengajarkan ilmu – ilmu agama seperti ilmu fikih, ilmu hadis, serta nahu dan saraf kepada anak didiknya.
4.    Metode
Meskipun tidak membawa bendera tertentu kecuali Islam dan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah, metode dakwah yang digunakan Walisongo adalah penerapan metode yang dikembangkan para sufi Sunni dalam menanamkan ajaran Islam melalui keteladanan yang baik. Aliran teologinya menggunakan teologi Asy’ariyah, sedangkan aliran sufistiknya mengarah pada Al-Ghazali. Jejak yang ditinggalkan Walisongo itu terlihat dalam kumpulan nasihat agama yang termuat dalam tulisan-tulisan para murid dalam bahasa Jawa yang dikenal dengan primbon, yang menggambarkan hakikat aliran tasawuf yang mereka anut dan kembangkan. Hal ini juga didasarkan pada manuskrip yang ditemukan Drewes yang diperkirakan ditulis pada masa transisi dari Hinduisme kepada Islam, yakni pada masa Walisongo hidup. Dalam manuskrip yang menguraikan tasawuf itu terdapat beberapa paragraf cuplikan dari kitab al-Bidayah wa al-Nahayah karya al-Ghazali.
Kendati demikian, metode dakwah yang dilakukan para wali berbeda-beda. Metode yang dilakukan Sunan Kudus tampak unik dengan mengumpulkan masyarakat untuk melihat lembu yang dihias sedemikian rupa sehingga tampil bagai pengantin itu kemudian diikat di halaman masjid, sehingga masyarakat yang ketika itu masih memeluk agama Hindu datang berduyun-duyun menyaksikan lembu yang diperlakukan secara istimewa dan aneh itu. Sesudah mereka datang dan berkumpul di sekitar masjid, Sunan Kudus lalu menyampaikan dakwahnya. Cara ini praktis dan strategis untuk menarik minat masyarakat yang masih banyak menganut agama Hindu. Seperti diketahui, lembu merupakan binatang keramat Hindu.
Terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang keras dan gigih menentang dakwah Islamiyah, para wali menerapkan metode al-mujadalah billati hiya ahsan (berbantah-bantah dengan jalan yang sebaik-baiknya). Mereka diperlakukan secara personal, dan dihubungi secara istimewa, langsung, bertemu pribadi sambil diberikan keterangan, pemahaman dan perenungan (tadzkir) tentang Islam. Cara ini dilakukan oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel ketika berdakwah kepada Adipati Aria Damar dari Palembang. Berkat keramahan dan kebijaksanaan Raden Rahmat, Aria Damar masuk Islam bersama istri dan seluruh penduduk negeri yang dipimpinnya. Metode itu dipergunakan pula oleh Sunan Kalijaga ketika berdakwah mengajak Adipati Pandanarang di Semarang. Mulanya terjadi perdebatan seru, tetapi perdebatan itu kemudian berakhir dengan rasa tunduk Sang Adipati untuk masuk Islam. Kejadian mengharukan ketika Adipati rela melepaskan jabatan dan rela meninggalkan harta dan keluarga untuk bergabung dalam dakwah Sunan Kalijaga.
Beberapa wali bahkan telah membuktikan diri sebagai Kepala daerah seperti misalnya Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kudus yang berkuasa di daerah-daerah di sekitar kediaman mereka. Kekuatan diplomasi dan kemampuan dalam berhujjah atas kekuatan pemerintahan Majapahit yang sedang berkuasa ditunjukkan oleh Sunan Ampel, Sunan Gresik dan Sunan Majagung. Alhasil, Prabu Brawijaya I (Raja yang sedang berkuasa di Majapahit saat itu) memberi izin kepada mereka untuk memilih daerah-daerah yang disukai sebagai tempat tinggal. Di kawasan baru tersebut mereka diberi kebebasan mengembangkan agama, menjadi imam dan bahkan kepala daerah masyarakat setempat.
Dari penjalasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, metode yang digunakan oleh Walisongo dalam berdakwah ada tiga macam, yaitu:
a.    Al-Hikmah (kebijaksanaan) : Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u (objek dakwah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Gudus.
b.    Al-Mau’izha Al-Hasanah (nasihat yang baik) : memberi nasihat dengan kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluh hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman. Inilah yang dilakukan oleh para wali.
c.    Al-Mujadalah Billati Hiya Ahsan (berbantah-bantah dengan jalan sebaik-baiknya) : tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut. sebagaimana dakwah Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang.
Metode-metode tersebut sejalan dengan Firman Allah SWT :“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl : 125).
5.    Media
a.    Masjid
Dimana masjid ini di gunakan sebagai tempat ibadah dan masjid Demak juga di jadikan sentral seluruh aktivitas dan social kemasyarakatan.
b.    Wayang
Wayang sesungguhnya merupakan boneka yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi, pipih yang memiliki dua tangan yang dapat digerakkan dengan stik dan dimainkan oleh seorang dalang, Oleh karenanya, di dalam cerita wayang itulah terkandung nilai moral dan akhlak, perihal keimanan sampai pada thariqah (jalan) menuju ketaqwaan kepada Allah.
c.    Pesantren
Di mana pesantren ini berfungsi sebagai sarana mengamalkan dan mengabdikan ilmunya kepada masyarakat, dari pesantren yang telah didirikan lahirlah para Da’I yang memiliki kemampuan tinggi yang tinggi dalam memperjuangjan dakwah selanjutnya.
d.   Kitab
Kitab yang berbentuk puisi maupn prosa, kitab inilah yang kemudian dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
e.    Gamelan
Alat musik yang di gunakan untuk mengiringi tembang/lagu – lagu Jawa yang bernuansa islam.
D.      Eksistensi metode dakwah Walisongo di masa kini
Beberapa metode dan media yang digunakan Walisongo dalam berdakwah saat ini tidak semuanya utuh dijadikan metode dan media dakwah pada masa kini. Akan tetapi, ada beberapa media dan metode yang lebih dikembangkan lagi guna meneruskan misi dakwah Islam. Untuk lebih jelasnya kami uraikan sebagai berikut :
1.    Metode
a.    Ceramah
Dakwah secara umum tidak lepas dari model ceramah , meskipun ada banyak dakwah yang tidak menggunakannya. Oleh karena itu, sampai saat ini model ceramah masih tetap digunakan dalam rangka dakwah islam.
b.   Tanya jawab dan diskusi
Sampai saat ini bukan hanya dalam ranah dakwah saja metode tanya jawab dan diskusi digunakan, bahkan dalam dunia pendidikan-pun lebih di dominasi oleh kedua model ini. Karena hal ini dinilai sangat efektif untuk dapat mengetahui kekurangan yang dimiliki orang lain dan akan semakin mudah menanamkan nilai-nilai pada diri seseorang melelalui kekurangannya.
c.    Konseling
Dalam dunia dakwah sepertinya jarang ditemui bimbingan-bimbingan konseling yang benar-benar melayani masyarakat (urusan agama). Misalnya, balai desa saja hanya digunakan untuk kebutuhan administrasi kenegaraan bukan intus keagamaan.
d.   Keteladanan
Yang seharusnya dimiliki oleh seorang da’i adalah suri tauladn yang baik, karena sudah menjadi konsep di masyarakat bahwa mereka akan benar-benar mengikuti ajakan orang-orang yang berjiwa mulia lahir dan batin agar bisa di jadikan panutan.
e.    Pendidikan
Melalui pendidikan kita dapat mengetahui sejarah, nilai-nilai keimanan, dan hukum-hukum syari’at yang mengatur pola hidup kita. Oleh karena itu di setiap lembaga pendidikan baik formal, informal maupun non formal hendaknya terdapat misi dakwah di dalamnya.
f.     Bitsah dan ekspansi
Sudah tidak terlihat lagi ada utusan yang dikirim ke daerah lain untuk melakukan misi dakwah islam karena dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman mempermudah kita untuk melakukan dakwah tanpa batasan ruang dan waktu.
g.    Kesenian
Indonesia saat ini memang  sangat ragam dengan budaya dan kesenian terutama musik. Sayangnya, hanya sebatas hiburan saja bukan dalam rangka dakwah. Beberapa tahun lalu, ada sejumlah orang yang melakukan dakwah melalui kesenian yakni musik yang mengatas-namakan kelompoknya dengan dalih “nada dan dakwah”. Melalui musik mereka menanamkan nilai-nilai islam yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.  Ironisnya sampai sekarang sudah tidak ada lagi yang memanfaatkan kesenian seperti musik untuk jalur dakwah bahkan rata-rata bertujuan bisnis dan yang hampir mendekati dakwah yaitu lagu-lagu yang tergolong “album religi”.
h.    Kelembagaan pusatt/ lembaga dakwah
Kelembagaan pusatt/ lembaga dakwah yang terkenal dan masih eksis samapai saat ini yaitu masjid/musholah dan pondok pesantren. Kedua lembaga ini masih ada di setiap daerah yang masih kental dengan budaya islam di indonesia. Karakteristik pesantren masa kini dibandingkan puluhan tahun lalu sebenarnya hampir sama, hanya saja mungkin terdapat penambahan karakteristik sesuai perkembangan zaman. Contohnya di awal kemunculan, dalam pesantren belum terdapat lab komputer dengan segala atribut pelengkapnya  menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan, sekalipun lokasi pesantren yang jauh dari perkotaan.
i.      Silaturrahim
Yang terlihat dimasyarakat, masih ada sejumlah orang yang melakukan metode ini dalam rangka dakwah islam atau dikenal dengan jama’ah tabligh. Sayangnya bukan mendapat respon positif dan justru malah menjadi bahan gunjingan denagn hadirnya mereka di daerahnya. Sebenarnya kalau kita koreksi lagi, merekalah yang satu-satunya yang masih melanjutkan dakwah islam dengan cara silaturrahim. Tetapi mengapa justru kurang di terima oleh kebanyakn orang? Mungkin mereka mengira bahwa mereka yang datang adalah teroris atau aliran sesat.

j.      Propaganda
Setiap har jum’at setiap umat islam khusunya laki-laki memiliki kewajiban ibadah shalat jum’at di masjid.  Pelaksanaan shalat jum’at diwalai dengan khutbah oleh seorang imam lalu melaksanakan shalat jum’at 2 rakaat. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini masih digunakan untuk dakwah islam yakni dengan adanya khutbah yang isinya adalah dakwah.






BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.   Kesimpulan
      WaliSongo adalah Sembilan orang Wali mereka adalah:
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria serta, Sunan Gunung Jati.
Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.
     Peran Walisongo dalam berbagai bidang, yaitu :
1.    Bidang Pendidikan
2.    Bidang Politil
3.    Bidang Dakwah
Unsur–unsure dakwah WaliSongo meliputi :
1. Da’I (Al-ulama wa Al-umara)
2. Mad’u (Mad’u Ijabah dan Ummah)
3. Materi(Akidah, Syariah dan Muamalah)
4. Metode(Ceramah, Tanya Jawab, Konseling, Keteladanan, Pendidikan,   Bitsah, Ekspansi, Kesenian, Silaturahmi, kelembagaan, Karya Tulis, Drama, Propaganda, dan Diskusi).
5. Media(Masjid, Wayang, Pesantren, Kitab, Gamelan).
Eksistensi metode dakwah Walisongo pada masa kini, yakni :melalui metode ceramah, tanya jawab dan diskusi, konseling, keteladanan, bitsah dan ekspansi, kesenian, kelembagaan pusat/lembaga dakwah, silaturrahim dan propaganda.
B.   Saran
      Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan para pembaca bisa paham dan dapat mengetahui apa yang kami sampaikan mengenai islam pada zaman walisongo dan dengan terselesaikannya makalah ini saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.



DAFTAR PUSTAKA
Saifullah Mohd Sawi, Sejarah dan Tamadun Islam di Asia Tenggara, Malaysia: Karisma, 2009.
Sejarah Pendidikan Islam, Cet.VII, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2004.
Wahyu Ilahi & Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, Cet I, Jakarta: Kencana, 2007.
www.google.com, WaliSongo Diakses pada tanggal 03 April 2011.